Kamis, 27 November 2014

GN AKSA 2014



PRESS RELEASE


SOSIALISASI “GERAKAN NASIONAL ANTI KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (GN AKSA)" 


Jakarta - GN AKSA diterbitkan oleh pemerintah melalui instruksi presiden (inpres) No. 5 Tahun 2014 tentang GN AKSA. Presiden mengajak semua pihak yang berkepentingan, baik pemerintah (kementerian, Lembaga Pemerintah non Kementerian) di pusat dan daerah, masyaraat dan dunia usaha untuk menyatukan semangat, tekad dan upaya bersama dalam memerangi kejahatan seksual terhadap anak melalui aksi nasional ini, yang bukan hanya program pemerintah, tapi juga merupakan gerakan yang bersifat massif dan intensif dari bawah.

Hampir setiap hari pemberitaan kekerasan terhadap anak dapat dilihat di media massa. Mulai dari kasus kekerasan seksual yang menimpa murid taman kanak-kanak di sekolah bertaraf internasional, dan kejadian yang sama menimpa puluhan anak laki-laki di Sukabumi. Keduanya bukanlah kejadian terakhir yang menimpa anak-anak, karena kemudian bermunculan berita tentang berbagai kasus kejahatan terhadap anak dari berbagai daerah, sebagian besar berita tentang kejahatan seksual yang menimpa anak laki-laki. “Hal ini sangat memprihatinkan, karena anak laki-laki yang menjadi korban sodomi, jika tidak ditangani dengan benar, maka mempunyai kecenderungan akan menjadi pelaku yang sama di masa dewasanya”, ungkap menteri PP dan PA.

Data Komnas PA mencatat, Sepanjang tahun 2013 telah terjadi 1620 kasus kekerasan terhadap anak. Diantaranya adalah kekerasan fisik sebanyak 30%, kekerasan emosional 19%, dan yang tertinggi adalah kejahatan seksual terhadap anak sebanyak 51%. Dari Survei Kekerasan Terhadap Anak (KTA) 2013, Setidaknya 1 dari 3 anak laki-laki mengalami kekerasan dan 1 dari 4 anak perempuan mengalami kekerasan. Hal ini semakin diperparah dengan diketahuinya justru pelakunya adalah teman sebaya dan orang-orang terdekat anak, yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak. Sementara itu, Pengetahuan anak korban kekerasan mengenai lembaga pelayanan bagi korban kekerasan masih sangat minim.

Pada prinsipnya, anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi. Mereka merupakan pemegang kendali estafet pembangunan dan keberlangsungan Negara di masa depan, oleh karena itu anak harus dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, terlindungi, dan terpenuhi haknya sebagaimana diamanatkan dalam Konvensi Hak Anak (KHA) yang telah diratifikasi dengan Kepres Nomor 36 tahun 1990 serta undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Selain itu, Beberapa peraturan dan landasan hukum lainnya baik nasional maupun internasional sudah ada, diantaranya UU Nomor 23 th 2004 tentang PKDRT, UU Nomor 21 th 2007 tentang PTPPO, UU Nomor 44 th 2008 tentang Pornografi, UU Nomor 12 th 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sedangkan landasan internasional lainnya yang sudah ada yaitu World Fit For Children, dan Millenium Development Goals (MDGs).

GN AKSA sebagai gerakan nasioanal akan memperkuat berbagai upaya yang dilakukan pemerintah (dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dalam memberikan perlindungan dan pemberdayaan pada anak sesuai dengan tugasnya yaitu menyusun kebijakan dan peraturan terkait hak anak. Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan diantaranya adalah Peraturan (permen) PP dan PA Nomor 4 th 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban KDRT, Permen PP dan PA Nomor 01 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimum (SPM) Bidang Layanan Terpadu bagi perempuan dan Anak Korban Kekerasan, Permen PP dan PA Nomor 5 th 2010 tentang Panduan Pembentukan dan Pengembanagn Pusat Layanan Terpadu, Permen PP dan PA nomor 11 tahun 2011 tentang kebijakan pengembangan Kabupaten/Kota Layan Anak (KLA), serta Permen PP dan PA Nomor 06 Tahun 2013 tentang pelaksanaan pembangunan keluarga. Baru-baru ini juga sudah dikeluakan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dalam konflik Sosial.

Dalam inpres tersebut disampaikan pula bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mendapat tugas antara lain meningkatkan kualitas pendidikan agama dan budi pekerti disatuan pendidikan; memasukan dalam kurikulum terkait tentang hak dan kewajiban anak, kesehatan reproduksi dan pemberdayaan anak; dan melindungi anak di satuan pendidikan dari tindak kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan serta pihak lain dalam lingkungan sekolah. Sementara Menteri Kesehatan bertugas melakukan komunikasi, informasi dan edukasi kepada anak, masyarakat dan pemangku kepentingan tentang kesehatan reproduksi, dampak kekerasan pada tumbuh kembang dan pemberdayaan anak serta melakukan upaya pencegahan lainnya.

Sedangkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ditugaskan untuk meningkatkan koordinasi dengan k/l terkait dan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan kesejahteraan dan ketahanan keluarga menuju terwujudnya kab/kota layak anak serta mempercepat penyusunan revisi UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Penyusunan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Kekerasan terhadap Anak 2015-2019.

Issue anak merupakan issue lintas bidang dan lintas disiplin ilmu, untuk itu diperlukan kesamaan persepsi akan pentingnya perlindungan dan tumbuh kembang anak, sinergitas dan keterpaduan di dalam pencegahan dan penanganan kekerasan, termasuk kekerasan seksual terhadap anak antara pemerintah, masyarakat, dan swasta, himbau menteri PP dan PA.

Dan satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak adalah mulai saat ini kita harus mengajarkan dan memberdayakan anak-anak mana bagian dari tubuh yang dapat disentuh maupun yang tidak dapat disentuh. Pemberdayaan anak merupakan upaya pencegahan yang paling penting yang dapat dilakukan oleh ibu, ayah dan anggota keluarga lain terhadap anak yang dimulai sejak anak berusia dini dalam keluarga, pungkas menteri.

Menteri berharap agar Masyarakat melakukan aksi nyata untuk menyukseskan Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual pada Anak, antara lain: dengan menyosialisasikan peraturan UU yang ada sampai tingkat paling bawah ( UUPA, Konvensi Hak Anak, KLA, dan lain-lain), penguatan Lembaga Pendidikan dan pos-pos KB yang ada. Sehingga dapat membangun pondasi ketahanan keluarga sebagai kelompok terkecil dalam masyarakat, dan Terus berperan aktif bersama organisasi masyarakat perempuan lain membangun rasa aman dan nyaman untuk Tumbuh kembang anak. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar